Sabtu, 08 Oktober 2016

TELAAH MATERI AL QUR’AN HADITS KELAS X MA/SMA (KELOMPOK 2)

MAKALAH TELAAH MATERI PAI III (SMA/SMK/MA)
TELAAH MATERI AL QUR’AN HADITS KELAS X
Disusun Guna Memenuhi Tugas Telaah Materi PAI III (SMA/SMK/MA)






Dosen Pengampu : Abdurrozaq Assowy, Drs

Oleh : Kelompok 02
1.      Ahmad Sahal        (141310003032)
2.      Nafi’ah                  (141310003112)
3.      Edi Sumanto         (141310003061)
4.      Indah Lestari         (141310003090)
5.      Ali Zakaria            (141310003021)


UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA
FAKULTAS TARBIYAH & ILMU KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2016



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR     ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A.    Latar Belakang    ............................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah   .......................................................................... 1
C.     Tujuan Penulisan     ........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 2
A.    Diskripsi Kurikulum Al-Quran Hadist bagi Madrasah Aliyah.......... 2

BAB III ANALISIS   ........................................................................................ 15
A.    Analisis……………………………………………………….......    2
DAFTAR PUSTAKA    ..................................................................................... 17









KATA PENGANTAR

Puji senantiasa kita curahkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sekalian, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tanpa halangan suatu apapun.
Makalah Telaah Materi PAI III yang berjudul Telaah Materi Al Qur’an Hadits Kelas X ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Telaah Materi PAI III yang diberikan oleh dosen pengampu dan untuk memberikan wawasan dan pengetahuan bagi pembaca sekalian.
Sebagai penulis, kami menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung kelancaran dan tersusunnya makalah ini. Terutama kepada Bapak dosen.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik serta saran selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Terima kasih.







Jepara, 01 Oktober 2016



                                                                          Tim Penulis









BAB I
PENDAHULUAN
                 A.    Latar Belakang Masalah
Dalam membentuk lulusan yang memiliki keunggulan maka diperlukan kurikulum yang dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi. Hal tersebut dilakukan untuk dapat merespon secara proaktif dari berbagai perkembangan informasi, pengetahuan dan teknologi bagi suatu madrasah secara kelembagaannya.
Pendekatan berbasis kompetensi yang dikembangkan harus menjamin keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. penguasaan ketrampilan dan kemapuan akademik, seni, dan pengembangan kepribadian. Maka dari itu, disusunlah kurikulum Nasional Pendidikan Agama Islam yang berbasis kompetensi dasar yang dapat mencerminkan  kebutuhan bagi peserta didik.
Peranan pendidikan agama Islam di madrasah aliyah dijadikan sebagai landasan pengembangan spiritual bagi peserta. Karena peranan agama islam di madrasah dijadikan pengembangan spiritual maka pendidikan agama islam di madrasah harus ditingkatkan untuk menjadikan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT. yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Al-Quran Hadist adalah bagian dari mata pelajaran pendidikan agama Islam pada madrasah aliyah yang dimaksudkan untuk memberikan motivasi, bimbingan, pemahaman, kemampuan, dan penghayatan terhadap isi yang terkandung dalam isi alquran dan hadist sehingga dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai manifestasi iman dan taqwa kepada Allah SWT. serta berahlak mulia.
  
            B.     Rumusan Masalah
1.       Bagaimana Diskripsi Kurikulum Al-Quran Hadist bagi Madrasah Aliyah?     

            C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui Diskripsi Kurikulum Al-Quran Hadist bagi Madrasah Aliyah







BAB II
PEMBAHASAN

1)       DISKRIPSI KURIKULUM (Semester Gasal)

MATERI I
AL-QURAN KITABKU
A.    Kompetensi Inti:
1.      Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2.      Menghayati  dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagi cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.      Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakonigtif, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora, dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4.      Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara afektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
           B.     Kompetensi Dasar:
1.1  Menghayati keautentikan al-Qur’an sebagai wahyu Allah.
2.1  Menunjukkan sikap yang berpegang teguh untuk mengamalkan ajaran al-Qur’an..
3.1  Memahami pengertian al-Qur’an menurut para ulama.
4.1   Menyajikan pengertian al-Qur’an yang disampaikan para ulama.
           C.    Tujuan dan orientasi Pembelajaran:
Setelah melakukan pengamatan, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasidan mengkomunikasi diharapkan:
1.      Peserta didik dapat menjelaskan pengertian al-Qur’an menurut para Ulama
2.      Peserta didik dapat menjelaskan nama-nama al-Qur’an dengan benar.
3.      Peserta didik dapat menunjukkan perilaku orang yang berpegang teguh kepada al-Qur’an.

           D.    Materi Pokok Pembelajaran
1.      Pengertian al-Qur’an
Secara etimologi para ulama’ berbeda pendapat dalam mendefinisikan al-Qur’an. Berikut adalah beberapa pendapat tersebut.
a.       Menurut al-Lihyany (w. 215 H) dan segolongan ulama lain
Kata Qur’an adalah bentuk masdar dari kata kerja (fi’il),  قرأartinya membaca, dengan perubahan bentuk kata/tasrif  (قرأ-يقرأ-قرأنا). Dari tasrif tersebut, kata -قرأناartinya bacaan yang bermakna isim maf’ul (مقروء) artinya yang dibaca. Karena al-Quran itu dibaca maka dinamailah al-Qur’an. Kata tersebut selanjutnya digunakan untuk kitab suci yang diturunkan Allah Swt., kepada Nabi Muhammad Saw.
b.         Menurut Al Asy’ari (w.324 H) dan beberapa golongan lain
Kata Qur’an berasal dari lafadz قرن yang berarti menggabungkan sesuatu dengan yang lain. Kemudian kata tersebut dijadikan sebagai nama kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, mengingat bahwa surat-suratnya, ayat-ayatnya, dan huruf-hurufnya beriring-irngan dan yang satu digabungkan dengan yang lain.
c.         Menurut Al Farra’a(w.207 H)
Kata Al Qur’an berasal dari lafadz arab قراءن merupakan bentuk jamak dari lafadz قرينة  yang berarti petunjuk/ indikator, mengingat bahwa ayat-ayat al qur’an satu sama lain saling membenarkan. Dan kemudian dijadikan nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.[1]

Beberapa pendapat ulama’ mengenai definisi al-Qur’an secara terminologi di antaranya adalah:
1.    Syeikh Muhammad Khuiari Beik. Dalam kitab Tarikh at-Tasyri’ al-Islami,menerangkan bahwa definisi al-Qur’an sebagai berikut:
القرأن هو اللفظ العربي المنزل على محمد للتدبر والتذكر المنقول متواترا وهو ما بين
 دفتين المبدوء بسورة الفاتحة والمختوم بسورة الناس
Artinya:
al-Qur’an ialah lafaz (firman Allah) yang berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Muhammad Saw, untuk dipahami isinya dan selalu diingat, yang disampaikan dengan cara mutawatir, yang ditulis dalam mushaf, yang dimulai dengan surat al-Fwtihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.
2.      Subhi ash-Salih
Subhi ash salih mengemukakan definisi al-Qur’an sebagai berikut :
القرأن هو الكتاب المعجز المنزل على النبي صلى الله عليه وسلم المكتوب في المصاحف المنقول عليه
 بالتواتر المتعبد بتلاوة
Artinya:
al-Qur’an adalah kitab (Allah) yang mengandung mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang ditulis dalam mushaf-mushaf, yang disampaikan secara mutawatir, dan bernilai ibadah membacanya.
3.      Syeikh Muhammad Abduh
Sedangkan Syeikh Muhammad Abduh mendefinisikan al-Qur’an dengan pengertian sebagai berikut :
الكتاب هو القرأن المكتوب في المصاحف المحفوظ في صدور من عنى بحفظه
 من المسلمين
Artinya:
Kitab (al-Qur’an) adalah bacaan yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang terpelihara di dalam dada orang yang menjaga(nya) dengan menghafalnya (yakni) orang-orang Islam.[2]

Dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan beberapa unsur dalam pengertian al-Qur’an sebagai berikut:
1.      Al-Qur’an adalah firman atau kalam Allah SWT, terdiri dari lafal arab, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW[3]
2.      Al-Qur’an merupakan kitab Allah Swt., yang mengandung mu’jizat bagi Nabi Muhammad Saw, yang diturunkan dengan perantara malaikat Jibril, yang disampaikan dengan cara mutawatir
      3.   Al-Qur’an merupakan bacaan mulia dan membacanya merupakan ibadah, yang ditulis dalam mushaf-mushaf, yang diawali dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.
       4.     Al-Qur’an senantiasa terjaga/terpelihara kemurniannya dengan adanya sebagian orang Islam yang menjaganya dengan menghafal Al-Quran.

2.      Nama-nama al-Qur’an
Nama al-Qur’an bukanlah satu-satunya nama yang diberikan Allah Swt. Terhadap kitab suci yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad Saw. Menurut Az-Zarkasyi dan As-Suyuti  dalam kitab al-Itqwn menyebutkan bahwa al-Qur’an mempunyai 55 nama. Bahkan dalam Ensiklopedi Islam untuk Pelajar, disebutkan ada 78 nama-nama bagi kitab suci al-Qur’an. Namun, jika diperhatikan dan dicermati lebih lanjut berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an secara redaksional, maka akan didapatkan beberapa nama saja, yang lainnya bukanlah nama melainkan hanya sifat, fungsi atau indikator al-Qur’an. [4]Beberapa nama al-Qur’an tersebut adalah:
1.      al-Qur’an(القرأن)
Al-Qur’an merupakan nama yang paling populer dan paling sering dilekatkan pada kitab suci terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana telah dijelaskan di muka, al-Qur’an artinya bacaan atau yang dibaca.
2.      Al-Kitab (الكتاب)
Al-Qur’an sering disebut sebagai Kitabullah artinya kitab suci Allah. Al
Kitab juga bisa diartikan yang ditulis.
3.      Al-Furqan (الفرقان)
Al-Furqan artinya pembeda, maksudnya yang membedakan antara yang haq dan yang batil.
4.       Adz- Zikr (الذكر)
Adz-zikr berarti pemberi peringatan, maksudnya yang memberi peringatan kepada manusia.
5.      Al-Tanzil (التنزل)
At-Tanzil artinya yang diturunkanmaksudnya al-Qur’an diturunkan oleh Allah Swt., kepada Nabi Muhammad Saw, melalui perantaan malaikat Jibril As. untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia.[5]

MATERI II
BETAPA AUTENTIKNYA KITABKU

A.    Kompetensi Inti:
1.      Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2.      Menghayati  dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagi cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.      Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakonigtif, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora, dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4.      Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara afektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
    
           B.     Kompetensi Dasar:
1.1  Meyakini al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
2.1  Menunjukkan perilaku cermat terhadap dalil syar’i sebagai implementasi dari belajar tentang bukti keautentikan al-Qur’an
3.1  Memahami bukti keautentikan al-Qur’an.
4.1  Menunjukkan contoh bukti-bukti keautentikan al-Qur’an
           C.    Tujuan dan orientasi Pembelajaran:
Setelah melakukan pengamatan, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasidan mengkomunikasi diharapkan:
1.      Peserta didik dapat menjelaskan bukti-bukti keotentikan al-Qur’an dengan benar.
2.       Peserta didik dapat membuktikan keotentikan al-Qur’an ditinjau dari segi keunikan redaksinya, kemukjizatannya, dan sejarahnya dengan benar.
3.      Peserta didik dapat menunjukkan contoh keotentikan al-Qur’an dengan benar.

            D.    Materi Pembelajaran
1.      Al Qur’an Merupakan Mu’jizat
Secara Etimologi kata mukjizat berbentuk (isim fa’il) yang berasal dari kata اعجز-يعجز- اعجاز-معجز/معجزة yang berarti melemahkan/mengalahkan lawan. Mukjizat juga diartikan sebagai sesuatu yang menyalahi tradisi/kebiasaan ( sesuatu yang luar biasa). Secara terminologi, Manna’ al Qathan mendefinisikan Mukjizat sebagai berikut: Mukjizat adalah sesuatu yang menyalahi kebiasaan disertai dengan tantangan dan selamat dari perlawanan.[6]
2.      Syarat-syarat Mukjizat
a.       Mukjizat adalah sesuatu yang tidak sanggup dilakukan oleh siapapun selain Allah SWT.
b.      Mukjizat adalah sesuatu yang menyalahi kebiasaan atau tidak sesuai dengan kebiasaan dan berlawanan dengan hukum alam.
c.       Mukjizat harus berupa hal yang dijadikan saksi oleh seseorang yang mengaku membawa risalah ilahi sebagai bukti atas kebenaran pengakuannya.
d.      Mukjizat terjadi bertepatan dengan pengakuan Nabi yang mengajak bertanding menggunakan mukjizat tersebut.
e.       Tidak ada seorang manusiapun, bahkan jin sekalipun yang dapat membuktikan dan membandingkan dalam pertandingan tersebut.
3.      Macam-macam Mukjizat
Mukjizat dapat dibagi 2 macam, yaitu :
a.       Mukjizat Hissi, ialah mukjizat yang dapat dilihat mata, didengar oleh telinga, dicium oleh hidung, diraba oleh tangan, dan atau dirasa oleh lidah, tegasnya dapat dicapai dan ditangkap oleh panca indra.
b.      Mukjizat Ma’nawi. Ialah mukjizat yang tidak mungkin dicapai dengan kekuatan panca indra, tetapi harus dicapai dengan kekuatan’Aqil’ atau dengan kecerdasan pikiran.
4.      Pengertian I’jazul Qur’an
I’jazul Qur’an adalah menetapkan kelemahan manusia dan jin baik secara individual maupun kolektif untuk mendatangkan semisal al Qur’an.
Dalam hal ini, Imam suyuti sebagaimana dikutip oleh Syahrin Harahap, mengungkapkan bahwa’’adanya I’jazul Qur’an itu ada kaitannya dengan persepsi yang salah dari pihak orang arab terhadapnya. Sehingga al qur’an memberi jawaban terhadap persepsi mereka yang keliru itu, dengan cara menawarkan agar mereka menunjukkan kekuatan argumentasi dan kebenarannya. Akan tetapi, disinilah letak I’jaz (kemu’jizatan) al qur’an.
5.      Aspek-aspek Kemukjizatan
I’jaz Al Qur’an sesungguhnya terdapat dalam dirinya sendiri. Tegasnya kemukjizatan al qur’an ada dalam kandungannya, bukan di luarnya. Jadi, Kitab Suci ini tidak membutuhkan keterangan lain dari luar dirinya untuk membuktikan bahwa ia adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW.
Secara garis besar, ada 2 aspek kemukjizatan Al Qur’an, yaitu : Gaya Bahasa (Uslub) dan Isi Kandungannya.[7]
6.       Keotentikan al-Qur’an
Sejak diturunkan hingga akhir zaman kelak kemurnian dan keontentikan al-Qur’an akan senantiasa terjaga. Hal ini disebabkan karena kemu’jizatan yang terkandung di dalam al-Qur’an itu sendiri, baik dari aspek bahasa dan uslubnya maupun dari aspek isi kandungannya yang memang terbukti tak satupun manusia yang dapat meniru atau mendatang semisal-nya.
Dalam hal terjaganya kemurnian dan keotentikan al-Qur’an ini, al-Qur’an mengajukan tantangan terutama kepada orang-orang kafir dan siapapun yang meragukan kebenarannya. Mereka menuduh bahwa al-Qur’an hanyalah sejenis mantera-mantera tukang tenung dan kumpulan syair-syair. Mereka mengira bahwa al-Qur’an adalah karangan Nabi Muhammad Saw. Tantangan al-Qur’an diberikan secara bertahap yakni sebagai berikut:
a.       al-Qur’an menantang siapapun yang meragukan kebenaran al-Qur’an untuk mendatangkan semisalnya secara keseluruhan.
b.       Al-Qur’an menantang siapapun yang meragukan kebenaran al-Qur’an untuk mendatangkan 10 surah semisalnya
c.       Al-Qur’an menantang siapapun yang meragukan kebenaran al-Qur’an untuk mendatangkan satu surah saja semisal al-Qur’an.[8]

MATERI III
TUJUAN DAN FUNGSI AL-QUR’AN
A.    Kompetensi Inti:
1.      Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2.      Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagi cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.      Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakonigtif, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora, dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4.      Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara afektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

           B.     Kompetensi Dasar
1.      Memfungsikan al-Qur’an secara tepat dan benar dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Menunjukkan prilaku yang mengamalkan ajaran al-Qur’an.
3.      Memahami tujuan dan fungsi al-Qur’an.
4.      Menceritakan kisah orang yang menjadikan al-Qur’an sesuai dengan tujuan dan fungsinya.

    C.  Tujuan Pembelajaran
1.      Peserta didik dapat menjelaskan tujuan dan fungsi al-Qur’an dengan benar.
2.      Peserta didik dapat menunjukkan perilaku orang yang memfungsikan al-Qur’an dengan benar.
3.      Peserta didik dapat menerapkan fungsi al-Qur’an dengan benar.

            D.    Materi Pembelajaran

1.      Kedudukan al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber pokok bagi ajaran Islam. Al-Qur’an juga merupakan sumber hukum yang utama dan pertama dalam Islam. Sebagai sumber pokok ajaran Islam, al-Qur’an berisi ajaran-ajaran yang lengkap dan sempurna yang meliputi seluruh aspek yang dibutuhkan dalam kehidupan umat manusia, terutama umat Islam. Sebagai sumber hukum, al-Qur’an telah memberikan tata aturan yang lengkap, ada yang masih bersifat global (mujmal) dan ada pula yang bersifat detail (tafsil). Al-Qur’an mengatur dengan disertai konsekuensi-konsekuensi demi terciptanya tatanan kehidupan manusia yang teratur, harmonis, bahagia dan sejahtera, baik lahir maupun batin.[9]
2.      Tujuan dan Fungsi al-Qur’an
Allah telah menurunkan al-Qur’an dengan membawa kebenaran yang hakiki. Al-Qur’an memiliki beberapa fungsi dan tujuan bagi kehidupan umat manusia, terutama umat Islam. Di antara tujuan dan fungsi diturunkannya al-Qur’an oleh Allah Swt. adalah:
a.       Al-Qur’an sebagai Petunjuk bagi Manusia
Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt., kepada Nabi Muhammad Saw, melalui perantaraan malaikat Jibril As. sebagai petunjuk bagi manusia. Dengan mengikuti petunjuk al-Qur’an tersebut, manusia akan mempunyai arah dan tujuan hidup yang jelas dalam menjalani hidup dan kehidupannya.
b.      Al-Qur’an sebagai Sumber Pokok Ajaran Islam
Salah satu fungsi penting al-Qur’an lainnya adalah sebagai sumber pokok ajaran Islam. Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa Al-Qur’anlah yang mula-mula menjelaskan ajaran yang lengkap dan menyeluruh yang diberikan oleh Allah Swt., Ajaran-ajaran tersebut ada yang bersifat mujmal, yakni hanya memberikan prinsip-prinsip umumnya saja, dan ada juga yang bersifat tafshil yakni ajaran yang terperinci dan khusus. Ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an mutlak kebenarannya dan ajaran yang paling sempurna. Ajaran al-Qur’an disamping membenarkan ajaran-ajaran kitab suci sebelumnya, juga menyempurnakan ajaran kitab-kitab sebelumnya tersebut. Al-Qur’an berisi tentang pokok-pokok atau dasar dasar ajaran Islam yang berkenaan dengan masalah ketauhidan, ibadah, akhlak, hukum, dan segala hal yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Dalam sebuah ayat, Allah Swt., menegaskan bahwa al-Qur’an diturunkan dengan membawa kebenaran hakiki yang berfungsi sebagai dasar penetapan hukum yang harus dipegang teguh oleh Nabi Muhammad Saw, tidak boleh sedikitpun menyimpang dari al-Qur’an. Dan tentunya hal ini juga harus dipegang teguh oleh umat Islam.[10]

MATERI IV
POKOK-POKOK ISI KITAB-KU
A.    Kompetensi Inti:
1.      Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2.      Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagi cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.      Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakonigtif, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora, dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4.      Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara afektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

                              B.     Kompetensi Dasar:
1.4   Meyakini kebenaran nilai-nilai yang terdapat pada pokok-pokok isi al- Qur’an.
2.4  Menunjukkan perilaku yang menjadikan al-Qur’an sebagai sumber hukum dalam kehidupan sehari-hari.
3.4  Memahami pokok-pokok isi al-Qur’an.
4.4  Memaparkan pokok-pokok ajaran al-Qur’an beserta contoh-contohnya dalam ayat.

                              C.    Tujuan Pembelajaran
Setelah melakukan pengamatan, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi dan mengkomunikasi diharapkan:
1.      Peserta didik dapat mengidentifikasi pokok-pokok isi al-Qur’an dengan benar.
2.      Peserta didik dapat menunjukkan ayat terkait dengan pokok isi al-Qur’an dengan benar.
3.     Peserta didik dapat menjelaskan kandungan ayat yang terkait dengan isi pokok ajaran al-Qur’an.
                              D.    Materi Pembelajaran
Isi kandungan al-Qur’an itu selanjutnya dapat digali dan dikembangkan menjadi berbagai bidang. Dalam bab ini akan diuraikan isi kandungan al-Qur’an secara garis besar yaitu meliputi:
1.      Akidah
Secara etimologi akidah berarti kepercayaan atau keyakinan. Bentuk jamak akidah (‘aqidah) adalah aqa’id. Akidah juga disebut dengan istilah keimanan. Orang yang berakidah berarti orang yang beriman (mukmin). Akidah secara terminologi didefinisikan sebagai suatu kepercayaan yang harus diyakini dengan sepenuh hati, dinyatakan dengan lisan dan dimanifestasikan dalam bentuk amal perbuatan. Akidah Islam adalah keyakinan berdasarkan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadis.
2.      Ibadah dan Muamalah
Ibadah berasal dari kata   عبادة /عبد-يعبد-عبداartinya mengabdi atau menyembah. Yang dimaksud ibadah adalah menyembah atau mengabdi sepenuhnya kepada Allah Swt., dengan tunduk, taat dan patuh kepada-Nya.
3.      Akhlak
Akhlak (أخلاق) ditinjau dari segi etimologi merupakan bentuk jama’ dari kata (خلق) yang berarti perangai, tingkah laku, tabiat, atau budi pekerti. Dalam pengertian terminologis, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang muncul spontan dalam tingkah laku hidup sehari-hari.[11]
4.      Hukum
Hukum sebagai salah satu isi pokok ajaran al-Qur’an berisi kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan dasar dan menyeluruh bagi umat manusia. Tujuannya adalah untuk memberikan pedoman kepada umat manusia agar kehidupannya menjadi adil, aman, tenteram, teratur, sejahtera, bahagia, dan selamat di dunia maupun di akhirat kelak.
5.      Sejarah / Kisah Umat Masa Lalu
Al-Qur’an sebagai kitab suci bagi umat Islam banyak menjelaskan tentang sejarah atau kisah umat pada masa lalu. Sejarah atau kisah-kisah tersebut bukan hanya sekedar cerita atau dongeng semata, tetapi dimaksudkan untuk menjadi ‘ibrah (pelajaran) bagi umat Islam. ‘Ibrah tersebut kemudian dapat dijadikan dapat menjadi petunjuk untuk dapat menjalani kehidupan agar senantiasa sesuai dengan petunjuk dan keridaan Allah Swt.
6.      Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan (Sains) Dan Teknologi
Al-Qur’an adalah kitab suci ilmiah. Banyak ayat yang memberikan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi yang bersifat potensial untuk kemudian dapat dikembangkan guna kemaslahatan dan kesejahteraan hidup manusia. Allah Swt., yang Maha memberi ilmu telah mengajarkan kepada umat manusia untuk dapat menjalani hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. Al-Qur’an menekankan betapa pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.[12]

MATERI V
MANUSIA SEBAGAI HAMBA ALLAH SWT
DAN KHALIFAH DI BUMI
A.    Kompetensi Inti:
1.Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2.Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagi cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakonigtif, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora, dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4.Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara afektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

B.     Kompetensi Dasar:
1.5   Beramal sesuai dengan kandungan Surat al-Mu’minun [23]:12-14; Surat al-Nahl [16]: 78; Surat al-Baqarah [2]: 30-32; dan Surat adz-zariyat [51]: 56 (dalam kehidupan sehari-hari).
2.5.Memiliki sikap yang mencerminkan fungsi manusia baik sebagai hamba Allah maupun khalifah-Nya di bumi sebagaimana yang terkandung dalam Surat al-Mu’minyn [23]:12-14; Surat al-Nahl [16]: 78; Surat al-Baqarah [2]: 30-32; dan Surat ak-jariyat: 56.
3.5   Memahami ayat-ayat al-Qur’an tentang manusia dan tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi pada QS al- Mu’minun [23]:12-14; QS al-Nahl [16]:78; QS al-Baqarah [2]:30-32; dan QS ak-jariyat [51]: 56.
4.5   Mendemonstrasikan hafalan dan arti per kata ayat-ayat al-Qur’an tentang manusia dan tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi pada QS. al- Mu’minun [23]:12-14; QS al-Nahl [16]: 78; QS al-Baqarah [2]: 30-32; dan QS adz-dzariyat [51]: 56.

                  C.    Tujuan Pembelajaran
Setelah melakukan pengamatan, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi dan mengkomunikasi diharapkan:
1.      Peserta didik diharapakan memilki sikap yang mencerminkan fungsi manusia baik sebagai hamba maupun sebagai khalifah di muka bumi sesuat ayat Al-Quran.
2.      Peserta didik diharapkan mampu memahami ayat-ayat Alquran tentang tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi.
D.    Materi Pembelajaran
1.      QS. al-Mu’minun [23] ayat 12-14
a.       Lafaz Ayat
وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ مِن سُلَٰلَةٖ مِّن طِينٖ ١٢ثُمَّ جَعَلۡنَٰهُ نُطۡفَةٗ فِي قَرَارٖ مَّكِينٖ ١٣
ثُمَّ خَلَقۡنَا ٱلنُّطۡفَةَ عَلَقَةٗ فَخَلَقۡنَا ٱلۡعَلَقَةَ مُضۡغَةٗ فَخَلَقۡنَا ٱلۡمُضۡغَةَ عِظَٰمٗا فَكَسَوۡنَا ٱلۡعِظَٰمَ لَحۡمٗا ثُمَّ أَنشَأۡنَٰهُ خَلۡقًا ءَاخَرَۚ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحۡسَنُ ٱلۡخَٰلِقِينَ ١٤
12. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah
13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)
14. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.[13]

b.       Penjelasan Ayat
QS. al-Mu’minun ini menerangkan tentang proses penciptaan manusia yang sangat unik. Proses penciptaan manusia diuraikan mulai unsur pertamanya, proses perkembangan dan pertumbuhannya di dalam rahim, sehingga menjadi makhluk yang sempurna dan siap lahir menjadi seorang anak manusia.
Pada ayat 12, Allah Swt., menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari sari pati yang berasal dari tanah. Selanjutnya, pada ayat 13, dengan kekuasaan-Nya saripati yang berasal dari tanah itu dijadikan- Nya menjadi nuthfah (air mani). Dalam istilah biologi, air mani seorang laki-laki disebut sel sperma dan air mani wanita disebut sel telur (ovum). Ketika keduanya bertemu dalam proses konsepsi atau pembuahan, maka kemudian tersimpan dalam tempat yang kokoh yaitu rahim seorang wanita. Selanjutnya, pada ayat 14 dijelaskan ketika berada di dalam rahim seorang wanita tersebut, selama kurun waktu tertentu (40 hari) nuhfah tersebut berkembang menjadi ‘alaqah (segumpal darah), kemudian dalam kurun waktu tertentu pula (40 hari) ‘alaqah berubah menjadi muthgah (segumpal daging), lalu selama kurun waktu tertentu (40 hari) berubah menjadi tulang-belulang yang terbungkus daging, dan akhirnya tumbuh dan berkembang menjadi anak manusia, sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut (kemudian Kami menjadikan dia makhluk yang berbentuk lain).[14]
2.      QS. al-Nahl [16]:78
a.       Lafaz Ayat
وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡ‍ٔٗا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفۡ‍ِٔدَةَ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ٧٨
78. Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur
b.      Terjemah ayat
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.( QS. An-Nahl [16]: 78)[15]
c.       Penjelasan Ayat
Ayat 78 surah an-Nahl ini masih erat kaitannya dengan surah al-Mu’minun [23] ayat 12-14 sebagaimana dijelaskan di atas. Pada ayat ini, Allah Swt., menegaskan bahwa ketika seorang anak manusia dilahirkan ke dunia, dia tidak tahu apa-apa. Dengan kekuasaan dan kasih sayang-Nya, Allah Swt., membekalinya dengan atribut pelengkap yang nantinya dapat berfungsi untuk mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak pernah diketahui. Atribut-atribut tersebut ialah berupa tiga unsur penting dalam proses pembelajaran bagi manusia, yakni: pendengaran, penglihatan dan hati/akal pikiran.
Yang menarik untuk ditelaah, bahwa ternyata pendengaran adalah unsur penting yang pertama kali digunakan bagi orang yang belajar guna memahami segala sesuatu. Menurut sebuah teori penemuan modern, bayi yang masih dalam kandungan bisa menangkap pesan yang disampaikan dari luar dan ia sangat peka. Maka ada ahli yang menyarankan agar anak nantinya berkembang dengan kecerdasan tinggi dan kehalusan budi, hendaknya selama di dalam kandungan ia sering diperdengarkan musik klasik dan irama-irama yang lembut. Atau kalau dalam konteks Islam, hendaknya bayi dalam kandungan sering diperdengarkan ayat-ayat suci al-Qur’an, kalimah-kalimah thayyibah. Karena diyakini bahwa sang bayi dapat menangkap pesan menlalui pendengaran itu.[16]

3.      QS. al-Baqarah [2]: 30 -32
a.       Lafaz Ayat
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٣٠
b.      Terjemah ayat
30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"
وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِ‍ُٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ٣١
31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!
قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ ٣٢
32. Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"[17]
c.       Penjelasan Ayat
Dalam ayat 30 surah al-Baqarah ini, disampaikan informasi bahwa sebelum Allah Swt., menciptakan manusia pertama yakni Adam As. hal tersebut sudah disampaikan kepada para malaikat. Diilustrasikan dalam ayat tersebut, terjadi dialog antara Allah Swt., dengan malaikat. Allah Swt., menyampaikan kepada para malaikat bahwa Allah Swt., hendak menjadikan khalifah di muka bumi yaitu manusia. Apakah yang dimaksud khalifah itu? Khalifah berarti pengganti, yang menggantikan atau yang datang sesudah siapa yang datang. Ulama’ ada yang mengartikan bahwa khalifah ialah yang menggantikan Allah Swt., dalam menegakkan hukum-hukum-Nya di muka bumi. Allah Swt., menunjuk manusia sebagai khalifah merupakan penghormatan kepadanya karena kelebihannya dibandingkan makhluk selain manusia, tidak terkecuali malaikat. Dengan menunjuk manusia sebagai khalifah, Allah Swt., juga bermaksud mengujinya sejauh mana manusia bisa melaksanakan amanah sebagai khalifah Allah Swt., di muka bumi.[18]
4.      QS Az-Zariyat [51]: 56
a.       Lafaz Ayat
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
b.      Terjemah ayat
56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
c.       Penjelasan Ayat
Allah menegaskan dalam QS. az-zariyat [51] ayat 56 bahwa tujuan diciptakannya jin dan manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya. Beribadah dalam arti menyembah, mengabdi, menghamba, tunduk, tata dan patuh terhadap segala yang dikehendaki-Nya. Ketundukan, ketaatan dan kepatuhan dalam kerangka ibadah tersebut harus menyeluruh dan total, baik lahir maupun batin. Tujuan ibadah adalah untuk mencari riia Allah Swt. 
Secara garis besar, ibadah dapat dibedakan menjadi dua yaitu: ibadah mahdah yakni ibadah yang telah ditetapkan ketentuan pelaksanaannya, seperti: shalat, puasa, zakat dan haji; dan ibadah ghairu mahdah yakni ibadah yang belum ditetapkan ketentuan secara khusus dalam pelaksanaannya.
Sebagai contoh, ibadah melalui menyantuni fakirmiskin, berbuat baik, dan hal-hal lain dalam bentuk mu’amalah. Ibadah merupakan bukti rasa syukur manusia kepada Allah Swt., yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk dan yang dengan kemurahan-Nya Allah Swt., memberikan fasilitas hidup. Sikap tersebut sudah seharusnya dimiliki oleh setiap manusia, apabila manusia mempunyai kesadaran akan hak itu. Lain halnya apabila manusia tidak mempunyai kesadaran untuk mensyukuri segala yang telah diberikan oleh Allah Swt., maka ia akan menjadi manusia yang tidak mau tunduk, tidak mau taat dan mengingkari Allah Swt., dengan tidak mau beribadah kepada-Nya.[19]

   2)      Semester Genap

MATERI I
MEMAHAMI HADIS, SUNAH,
KHABAR DAN ATSAR

A.    Kompetensi Inti:
1.      Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2.      Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagi cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.      Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakonigtif, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora, dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4.      Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara afektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

                  B.     Kompetensi Dasar
1.   Memahami pengertian hadis, sunnah, khabar, dan asar.
2.   Mendeskripsikan substansi perbedaan dan persamaan pengertian hadis, sunnah, khabar, dan asar.
C.     Tujuan Pembelajaran
1.      Peserta didik dapat menjelaskan pengertian hadis, sunnah, khabar, dan asar.
2.      Peserta didik dapat membedakan hadis, sunnahkhabar, dan asar.
3.      Peserta didik dapat mengidentifikasi persamaan hadis, sunnahkhabar, dan asar.

           D.    Materi Pembelajaran
1.      Pengertian Hadis
Secara etimologi, hadis mempunyai beberapa arti yang baru (جديد) yang dekat (قريب) dan warta atau berita(خبر ) sedangkan hadis secara terminologi adalah:
أقوال صلى الله عليه وسلم وأفعاله وأحواله
Artinya:
“segala ucapan Nabi Saw, segala perbuatan serta keadaan atau perilaku beliau.
Sebagai contoh:
عن عمر بن الحطاب قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إنما الأعمال با النيات وإنما لكل امرئ ما نوى
(متفق عليه)
Artinya:
“Dari Umar bin Khahhab, ia berkata, Rasulullah Saw, bersabda, “Sesungguhnya segala amal perbuatan itu dengan niat dan sesungguhnya setiap orang akan memperoleh apa yang diniatkannya” (Muttafaqun ‘alaih)”.
Sedangkan Hadits menurut Muhadditsin adalah segala apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’ ( yang disandarkan kepda Nabi ), hadits mauquf ( yang disandarkan kepada sahabat), ataupun hadits maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’in).
Menurut Ushuliyyin, hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, selain Al Qur’an al Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi SAW yang bersangkut paut dengan hokum syara’.
Menurut Fuqoha, hadits adalah segala sesuatu yang ditetapkan Nabi SAW yang tidak ada kaitannya dengan masalah fardhu/wajib.[20]
                  2.      Pengertian Sunnah
Menurut bahasa kata sunnah merupakan derivasi dari kata sanna – yasunnu–sunnatan. Kata itu berarti cara, jalan yang ditempuh, tradisi (adatkebiasaan), atau ketetapan, apakah hal itu baik atau tidak, terpuji atau tercela. Menurut ahli hadis, sunnah adalah:
كل ما أثر عن النبي صلى الله عليه وسلم من قول وفعل وتقرير أو صفة خلقية أو سيرة سواء أكان ذلك قبل البعثة
أم بعداها
Artinya:
“Segala yang bersumber dari Nabi Muhammad Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, maupun perjalanan hidupnya, baik sebelum beliau diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya.”
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sunnah lebih luas dari hadis, karena meliputi segala yang datang dari Nabi Muhammad Saw, baik  sebelum maupun sesudah diangkat menjadi nabi dan rasul. Nabi Muhammad SAW, dipandang sebagai uswah hasanah atau qudwah (contoh atau teladan) yang paling sempurna. Menurut ahli usul fikih, sunnah adalah:
كل ما صدر عن النبي صلى الله عليه وسلم من قول أو فعل أو تقرير مما يصلح أن يكون دليلا لحكم شرعي
Artinya:
“Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad Saw, selain al-Qur’an baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi penetapan hukum syara’ (hukum agama).”
Dari pengertian di atas secara kuantitatif jumlah sunnah lebih sedikit dari jumlah hadis, karena hanya yang berkaitan dengan penetapan hukum syarak.Mereka menempatkan sunnah pada posisi kedua dalam urutan sumber hukum Islam setelah al-Qur’an. Dasarnya adalah:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ .(رواه مالك)
Artinya:
“Bahwa Rasulullah Saw, bersabda: “Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.”. (HR. Malik).[21]
3.      Pengertian Khabar
Khabar menurut bahasa berarti: warta/berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang. Adapun pengertian khabar menurut istilah ahli hadis yaitu :
مَا أُضِيْفَ إلى الني صلى الله عليه وسلم أَوْغَيْرِهِ
Artinya:
“Segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi Saw, atau dari yang selain Nabi Saw.”
Dengan pengertian yang demikian, maka khabar lebih umum dari pada hadis, karena dalam khabar termasuk juga segala sesuatu yang berasal dari selain dari Nabi Saw, seperti perkataan, perbuatan maupun taqrir (ketetapan) beliau.[22]
4.      Pengertian Asar
Menurut bahasa, asar artinya bekasan sesuatu atau sisa sesuatu. Asar berarti pula nukilan (yang dinukilkan). Karena itu doa yang dinukilkan/berasal dari Nabi Saw, dinamakan doa ma’fur. Adapun pengertian Atsar menurut istilah, kebanyakan ulama berpendapat bahwa afar mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadis. Sebagian ulama mengatakan bahwa afar lebih umum dari pada khabar, yaitu bahwa asar berlaku bagi segala sesuatu yang datang dari Nabi Saw, maupun dari selain Nabi Saw. Sedangkan khabar khusus bagi segala sesuatu yang datang dari Nabi Saw, saja. Adapun para fuqaha memakai istilah “asar” untuk perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat, tabi’in dan lain-lain.[23]
5.      Persamaan Persamaan Hadis, Sunnah, Khabar, Asar     
Menurut sebagian ulama, antara ke empat istilah ini adalah muradif atau mempunyai pengertian yang sama. Alasannya adalah:
مَا أُضِيْفُ إِلَى النبي صلى الله عليه وسلم مِنْ قَوْلٍ أوْ فِعْلٍ أَتَقْرِيْرٍ
Artinya :
“ Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw, baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir (ketetapan) beliau.
Akan tetapi sebahagian ulama membedakan pengertian antara sunnah dan hadis. Menurut Ibnul Humam: Sunnah itu adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Saw, baik perkataaan maupun perbuatan beliau, sedangkan hadis hanya khusus mengenai perkataan beliau. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa persamaan antara sunnah dengan hadis adalah: baik sunnah maupun hadis keduanya adalah bersumber kepada Rasulullah.
6.      Perbedaan Hadis, Sunnah, Khabar, dan Asar
Menurut sebagian ulama, sunnah lebih luas dari hadis. Sunnah adalah segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun pengajaran, sifat, kelakuan dan perjalanan hidup, baik sebelum maupun sesudah diangkat menjadi nabi dan rasul. Titik berat sunnah adalah kebiasaan normatif Nabi Muhammad Saw. Khabar selain dinisbahkan kepada Nabi Muhammad Saw, dapat juga dinisbahkan kepada sahabat dan tabiin. Khabar lebih umum dari hadis, karena masuk didalamnya semua riwayat yang bukan dari Nabi Muhammad Saw. Asar lebih sering digunakan untuk sebutan bagi perkataan sahabat Nabi Muhammad Saw, meskipun kadang-kadang dinisbahkan kepada beliau.
7.      Perbedaan Antara al-Qur’an, dan Hadis
a.       Perbedaan dari segi bahasa dan makna
a)      Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa dan maknanya langsung dari Allah Swt.
b)      Hadis adalah bahasadan maknanya dari Nabi Saw.
b.      Perbedaan dari segi periwayatan
a)      Al-Qur’an tidak boleh diriwayatkan dengan maknanya saja sebab dapat  mengurangi kemukjizatannya
b)      Hadis boleh diriwayatkan dengan maknanya saja. Yang terpenting dalam hadis adalah penyampaian maksudnya.
c.       Perbedaan dari segi kemukjizatan.
a)      Al-Qur’an baik lafal maupun maknanya merupakan mukjizat.
b)      Hadis bukan merupakan mukjizat.
d.      Perbedaan dari segi nilai membacanya.
a)      Al-Qur’an diperintah untuk dibaca, baik pada waktu shalat (wajib membaca Surah al-Fatihah) maupun di luar shalat sebagai ibadah, baik orang yang membacanya itu mengerti maksudnya maupun tidak.
b)      Hadis dilarang dibaca ketika shalat dan membacanya tidak dinilai ibadah. Yang terpenting dalam hadis adalah untuk dipahami, dihayati dan diamalkan.[24]





MATERI II
MEMAHAMI UNSUR-UNSUR HADIS

A.    Kompetensi Inti:
1.      Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2.      Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagi cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.      Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakonigtif, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora, dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4.      Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara afektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
B.     Kompetensi Dasar
1.      Memahami unsur-unsur hadis.
2.      Menyajikan unsur-unsur hadis.
C.    Tujuan Pembelajaran
1.      Peserta didik dapat menjelaskan pengertian sanad, matan dan rawi dengan benar.
2.      Peserta didik dapat menerapkan pengertian sanad, matan dan rawi dalam hadis dengan benar.

D.    Materi Pembelajaran
1.      Sanad
Dari segi bahasa, sanad artinya yang menjadi sandaran, tempat bersandar, arti yang lain sesuatu yang dapat dipegangi atau dipercaya. Dalam istilah ilmu hadis sanad ialah rangkaian urutan orang-orang yang menjadi sandaran atau jalan yang menghubungkan satu hadis atau sunnah sampai pada Nabi Saw. Sanad menurut istilah ahli hadis yaitu:
أَالطَّرِيْقُ المُوْصِلُ إِلَى المَتْنِ 
Artinya:
“Jalan yang menyampaikan kepada matan hadis.”
Atau dalam istilah lain
سِلْسِلَةُ الرِّجَال المَوصِلُ إِلَى الْمَتْنِ 
Artinya:
“Mata rantai para periwayat hadis yang menghubungkan sampai ke matan hadis.”
Menerangkan rangkaian urutan sanad suatu hadis disebut isnad. Orang yang menerangkan sanad suatu hadis disebut musnid. Sedangkan hadis yang diterangkan dengan menyebutkan sanadnya sehingga sampai kepada Nabi Saw, disebut musnad.
2.      Matan
Dari segi bahasa, matan berarti punggung jalan,Tanah gersang atau tandus, membelah, mengeluarkan, mengikat. Matan menurut istilah Ilmu Hadis yaitu:
مَانْتَهَى إِلَيْهِ السَّنَدُ مِنَالكَلاَمِ فَهُوَ نَفْسُ الْحَدِيْثِ الَّذِي ذُكِرَ الأِسْنَادُ لَهُ
Artinya:
“Perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi Saw, yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya.”
3.      Rawi
Rawi yaitu orang yang memindahkan hadis dari seorang guru kepada orang lain atau membukukannya ke dalam suatu kitab hadis. Rawi pertama adalah para sahabat dan rawi terakhir adalah orang yang membukukannya, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad dan lain-lain.  Suatu Hadis yang telah sampai kepada kita dalam bentuknya yang sudah terdiwan (terbukukan) dalam diwan-diwan (buku-buku) Hadis, melalui beberapa rawi dan sanad. Rawi terakhir Hadis yang termaksud dalam sahih Bukhari atau dalam Sahih Muslim, ialah Imam Bukhari atau Imam Muslim. Seorang penyusun atau pengarang, bila hendak menguatkan suatu Hadis yang ditakhrijkan dari suatu Kitab Hadis, pada umumnya membubuhkan nama rawi (terakhirnya) pada akhir matnu’i Hadisnya.[25]
4.      Syarat-syarat Rawi
a)      Adil artinya istiqamatuddin ( melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi perbuatan-perbuatan haram yang mengakibatkan pelakunya fasik) dan al muru’ah (melaksanakan adab dan akhlak yang terpuji dan meninggalkan perbuatan yang menyebabkan orang lain mencelanya).
b)      Muslim
c)      Baligh
d)     Berakal
e)      Tidak pernah melakukan dosa besar
f)       Tidak sering melakukan dosa kecil
g)      Dabit ( kuat hafalan serta daya ingatannya dan bukan pelupa yang sering disebut dengan istilah Dlabit al-shadri) / (dapat memelihara kitab hadits dari gurunya dengan sebaik-baiknya, tidak mungkin ada perubahan yang disebut dengan Dabit al Kitabah).
Berikut ini adalah daftar para sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits ( al-muktsiruna fil-Hadits) atau disebut juga bendaharawan hadits, antara lain:
1.      Abu Hurairah, meriwayatkan 5.374 hadits
2.      Abdullah bin Umar, meriwayatkan hadits 2.630 Hadits.
3.      Anas bin Malik, meriwayatkan 2.286 Hadits
4.      Aisyah Ummul Mukminin, meriwayatkan 2.210 Hadits
5.      Abdullah bin Abbas , meriwayatkan 1.660 Hadits
6.      Jabir bin Abdullah, meriwayatkan 1.540 Hadits
7.      Abu Sa’id Al-Khudzri, meriwayatkan 1.170 Hadits
Rijalul Hadits
Para Rawi hadits itu disebut “Rijalul Hadits”. Untuk dapat mengetahui keadaan para perawi hadits itu terdapat “Ilmu Rijalul Hadits”, yaitu Ilmu yang membahas para rawi hadits, baik dari kalangan Sahabat maupun Tabi’in dan orang-orang(angkatan) sesudah mereka.[26]





MATERI III
BETAPA BERMACAM-MACAMNYA SUNAH NABI-KU

A.    Kompetensi Inti:
1.      Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2.      Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagi cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.      Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakonigtif, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora, dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4.      Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara afektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
B.     Kompetensi Dasar
1.      Mengidentifikasi macam-macam sunnah (Qauliyah,Fi’liyah,Taqririyah dan hammiyah) dan fungsinya terhadap Al Qur’an
2.      Menunjukkan contoh macam-macam sunnah (qauliyah,fi’liyah,taqririyah, dan hammiyah).
.
                  C.    Tujuan Pembelajaran
1.      Peserta didik dapat menjelaskan macam-macam sunnah dan Fungsinya terhadap Al-Qur’an.
2.      Peserta didik dapat Mengidentifikasi macam-macam sunnah
3.      Peserta didik dapat Menunjukkan contoh macam-macam sunnah.

                   D.    Materi Pembelajaran
1.      Sunnah Qauliyah
Sunnah Qauliyah adalah bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.yang berisi berbagai tuntunan dan petunjuk syara’, peristiwa-peristiwa atau kisah-kisah, baik yang berkenaan dengan aspek akidah, syariah maupun akhlak.
Dengan kata lain Sunnah Qauliyah adalah Sunnah Nabi SAW yang hanya berupa ucapannya saja, baik dalam bentuk pernyataan,anjuran,perintah, cegahan, maupun larangan. Yang dimaksud dengan pernyataan Nabi di sini adalah sabda Nabi SAW dalam merespon keadaan yang berlaku pada masa lalu, masa kininya,dan masa depannya, kadang-kadang dalam bentuk dialog dengan para sahabat atau jawaban yang diajukan oleh sahabat atau bentuk-bentuk lain seperti khutbah.
Dilihat dari tingkatannya, sunnah qauliyah menempati urutan pertama yang berarti kualitasnya lebih tinggi dari kualitas sunnah fi’liyah maupun taqririyah.
Contoh Sunnah Qauliyah:
a.       Hadits tentang do’a Nabi Muhammad SAW. Kepada orang yang mendengar, menghafal, dan menyampaikan ilmu.
Yang artinya:”Dari Zaid bin tsabit,ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Semoga Allah memperindah orang yang mendengar hadits dariku, lalu menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain, berapa banyak orang yang menyampaikan ilmu kepada orang yang lebih berilmu, dan berapa banyak pembawa ilmu yang tidak berilmu.”(HR.Abu Daud)
b.      Hadits tentang belajar dan mengajarkan al qur’an
Yang artinya:”Dari Utsman R.A., dari Nabi SAW, beliau bersabda: Orang yang paling baik diantara kalian adalah seorang yang belajar al qur’an dan mengajarkannya.” (HR.Bukhori)
c.       Hadits tentang persatuan orang-orang beriman
Yang artinya: Dari Abu Musa, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: orang yang mu’min yang satu dengan mu’min yang lain bagaikan satu bangunan, satu dengan yang lain saling mengokohkan.(HR.Bukhori-Muslim)[27]


2.       Sunnah Fi’liyah
Sunnah Fi’liyah adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kualitas sunah fi’liyah menduduki tingkat kedua setelah sunnah qauliyah. Sunah fi’liyah juga dapat dimaknai sunnah Nabi SAW. Yang berupa perbuatan Nabi yang diberatakan oleh para sahabat mengenai soal-soal ibadah dan lain-lain seperti melaksanakan sholat, manasik haji, dan lain-lain.
Untuk mengetahui hadits yang termasuk kategori ini, diantaranya terdapat kata-kata Kaana/yakuunu atau Ro’aitu/ Ro’aina.
Contohnya:
a.       Hadits tentang tata cara sholat di atas kendaraan
Yang artinya: Dari Jabir bin Abdillah berkata, Rasulullah SAW sholat di atas tunggangannya menghadap ke mana arah tunggangannya menghadap. Jika beliau hendak melaksanakan sholat yang fardlu, maka beliau turun lalu sholat menghadap kiblat(HR.Al Bukhori-Muslim)
b.      Hadits tentang tata cara sholat
Yang artinya: Sholatlah kalian seperti kalian melihat aku sholat.(HR.Bukhori)
c.       Hadits tentang cara manasik haji
Yang artinya: Ambillah manasik (tata cara melaksanakan haji) kamu dariku.HR.Muslim[28]
3.       Sunnah Taqririyah
Sunnah Taqririyah adalah Sunnah yang berupa ketetapan Nabi Muhammad SAW terhadap apa yang dating atau dilakukan para sahabatnya.dengan kata lain,Sunnah Taqririyah, yaitu Sunnah Nabi SAW. Yang berupa penetapan Nabi SAW.tidak menegurnya atau melarangnya bahkan Nabi SAW cenderung mendiamkannya. Beliau tidak membenarkan atau menyalahkannya.Contohnya:
a.       Hadits tentang daging dzab (sejenis biawak)
Pada suatu hari, Nabi Muhammad SAW disuguhi makanan, diantaranya daging dzab. Beliau tidak memakannya, sehingga Khalid ibnu walid bertanya apakah daging itu haram ya Rasulullah SAW ? Beliau menjawab yang artinya:
“Tidak, akan tetapi daging itu tidak terdapat di negara kaumku, karena itu aku tidak memakannya.”Khalid berkata, “Lalu akupun menarik dan memakannya.sementara Rasulullah SAW melihat ke arahku.” (Muttafaqun Alaih).
b.      Hadits tentang tayammum
Yang artinya:”Dari Abu Said Al-Khudzri R.A. Ia berkata:”Pernah ada 2 orang berpergiandalam sebuah perjalananan jauh dan waktu sholat telah tiba, sedangkan mereka tidak membawa air, lalu mereka berdua bertayammum dengan debu yang bersih dan melakukan sholat, kemudian keduanya mendapati air (dan waktu sholat masih ada), lalu salah seorang dari keduanya mengulangi sholatnya dengan air wudlu dan yang satunya tidak mengulangi. Mereka menemui Rasulullah SAW dan menceritakan hal itu.maka beliau berkata kepada orang yang tidak mengulangi sholatnya: kamu sesuai dengan sunnah dan sholatmu sudah cukup.dan beliau juga berkata kepada orang yang berwudlu dan mengulangi sholatnya: Bagimu pahala dua kali.(HR.Ad-Darimi).[29]
4.       Sunnah Hammiyah
Sunnah Hammiyah adalah suatu yang dikehendaki Nabi SAW tetapi belum dikerjakan. Sebagian ulama hadits ada yang menambahkan perincian sunnah tersebut dengan sunnah Hammiyah. Karena dalam diri Nabi SAW. Terdapat sifat-sifat, keadaan-keadaan ( ahwal ) serta Himmah ( hasrat untuk melakukan sesuatu ). Dalam riwayat disebutkan beberapa sifat yang dimiliki beliau seperti, “Bahwa Nabi SAW selalu bermuka cerah,berperangai halus dan lembut, tidak keras, dan tidak pula kasar, tidak suka berteriak, tidak suka berbicara kotor, tidak suka mencela..”juga mengenai sifat jasmaniyah beliau yang dilukiskan oleh sahabat Anas R.A.sebagai berikut, yang artinya:
“Dari Robi’ah bin abdurrohman berkata, aku mendengar Anas bin Malik RA.sedang menceritakan sifat-sifat Nabi SAW, katanya ;Beliau adalah seorang laki-laki dari suatu kaum yang tidak tinggi dan juga tidak pendek.kulitnya terang,tidak terlalu putih dan tidak pula terlalu kecoklatan. Rambut beliau tidak terlalu keriting,dan tidak lurus”(HR.Bukhori) [30]                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  

           

MATERI IV
MEMAHAMI HADIS
DARI SEGI KWANTITAS DAN KWALITASNYA 

A.    Kompetensi Inti:
1.      Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2.      Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagi cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.      Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakonigtif, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora, dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4.      Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara afektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

           B.     Kompetensi Dasar
1.      Meyakini hadis shahih dan hasan sebagai dasar hukum ajaran Islam
2.      Berpegang teguh pada hadis shahih dan hasan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Menghayati nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam hadis yang  shahih.
4.       Menunjukkan sikap kritis dalam mengamalkan hadis sebagai dasar dalam kehidupan sehari-hari
5.      Menunjukkan perilaku yang menggunakan hadis sebagaimana fungsinya yang telah dipelajari
6.      Menunjukkan perilaku yang selektif terhadap keanekaragaman hadis
7.      Memahami pembagian hadis dari segi kuantitas dan kualitasnya
8.       Mempresentasikan pembagian hadis dari segi kuantitas dan kualitasnya.

           C.    Tujuan Pembelajaran
1.      Peserta didik dapat menjelaskan pembagian hadis dari segi kuantitas rawi dengan benar.
2.      Peserta didik dapat menjelaskan pembagian hadis dari segi kualitas sanad dengan benar.
3.      Peserta didik dapat mengklasifikasikan pembagian hadis dengan benar.

B.     Materi Pembelajaran

1.      Hadist Ditinjau dari Segi Kwantitas
a.       Hadis Mutawatir
Kata Mutawatir secara etimologi berarti Muttabi’ (متبع) atauمتتبع  yang artinya yang datang beturut-turut dan tidak ada jarak. Sedangkan secara terminologi hadis mutawatir adalah
الحديث المتواتر هو الحديث عن محسوس الذي رواه عدد جم في العادة حالة اجتماعهم
وتواطئهم على الكذب
“Hadis mutawatir adalah hadis yang merupakan tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta.”[31]
Menurut al-Bagdadi, hadis mutawatir adalah suatu hadis yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dengan jumlah tertentu yang menurut kebiasaan mustahil bersepakat untuk berdusta. Dan sebelum al-Bagdadi, Menurut imam Syafi’i, ia telah mengemukakan istilah hadis mutawatir dengan istilah khabar al-’ammah.
Ada ulama yang menerangkan hadis mutawatir dengan jelas dan terperinci yaitu Ibnu Hajar al-Asqalani. Menurut al-Asqalani, hadis mutawatir yaitu hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang mustahil melakukan kesepakatan untuk berdusta. Mereka itulah yang meriwayatkan hadis dari awal hingga akhir sanad.
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan Para ulama tentang ketentuan batas minimal berapa jumlah rawi pada hadis mutawatir. Menurut Abu gayyib adalah sekurang-kurangnya ada 4 orang pada tiap tabaqah (tingkatan) rawinya. Imam Syafi’i mengemukakan paling sedikit ( minimal) 5 orang pada tiap tabaqah. Ada juga ulama lain yang menentukan paling sedikit 20 orang pada tiap tabaqah. Ada juga pendapat yang keras dari sebagian ulama’ bahwa mereka menentukan hadis mutawatir harus memenuhi syarat 40 rawi pada tiap-tiap tabaqah (tingkatan).
Menurut pendapat para ulama’ ahli hadis, bahwa tidak boleh ada keraguan sedikit pun dalam memakai hadis mutawatir. Hadis mutawatir harus diyakini dan dipercayai dengan sepenuh hati. Hal ini sama halnya dengan pengetahuan kita tentang adanya udara, angin, panas, dingin, air, api dan jiwa, yang tanpa membutuhkan penelitian ulang kita sudah percaya akan keberadaannya. Jadi, dengan kata lain bahwa hukum hadis mutawatir adalah bersifat qat’i (pasti).
b.Hadis Ahad
Hadis ahad dibagi menjadi tiga macam, yaitu hadis masyhur, hadis aziz, dan hadis garib.
1.       Hadis Masyhur
Definisi hadis masyhur adalah
ما رواه الثلاثة فأ كثر ولم يصل درجة التواتر
Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, namun belum mencapaiderajat mutawatir.
Dari definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw, oleh beberapa orang sahabat namun tidak mencapai tingkat mutawatir. bisa jadi, pada habaqah (tingkatan) tabiin atau setelahnya hadis itu diriwayatkan secara mutawatir. Tetapi, ini terjadi pada setiap taqabah. Dari segi tingkatannya hadis masyhur adalah termasuk paling tinggi, sebab rawi hadis Masyhur ini yang paling dekat untuk mencapai derajat mutawatir. Hanya saja, ada pada salah satu tingkatan rawinya tidak mencapai derajat mutawatir.[32]
2.      Hadis Aziz
Definisi hadis aziz adalah:
مارواهاثنانولوكانفى طبقة واحدة ثم رواه بعد ذلك جماعة                                                                                      
“Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang pada satu habaqah. Kemudian pada habaqah selanjutnya banyak rawi yang meriwayatkannya.”
Dari definisi tersebut di atas, jelaslah bahwa yang dimaksud dengan hadis aziz yaitu hadis yang pada salah satu atau setiap habaqah (tingkatan) rawinya hanya dijumpai dua rawi saja.
Suatu hadis yang dikatagorikan sebagai hadis aziz yaitu:
-    Pada tiap-tiap habaqah (tingkatan) hanya terdapat dua rawi saja.
-   Pada salah satu habaqah (tingkatan) hanya terdapat dua rawi, meskipun habaqah yang lainnya lebih dari tiga rawi.
3.      Hadis Gharib
Secara etimologi kata gharib dari gharaba - yaghribu yang artinya menyendiri, asing, atau terpisah. Sedangkan secara terminologi hadis gharib adalah:
ماانفرد بروايته شحص فى اي موضع وقع التفرد به من السند 
“Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi, di manapun tempat sanad itu terjadi.”
Dari definisi tersebut di atas, dapat katakan bahwa yang dimaksud dengan hadis gharib yaitu hadis yang diriwayatkan oleh hanya seorang rawi saja, baik dalam seluruh tingkatan sanad atau pada salah satu tingkatan sanadnya. Adapun yang dimaksud dengan sanad menyendiri pada suatu hadis yaitu rawi yang meriwayatkan hadis secara sendirian tanpa ada rawi yang lain.
Hadis garib juga biasa disebut hadis fardun yang arinya sendirian. Ibnu Hajar menganggap bahwa antara garib dan fardun adalah sinonim, baik secara bahasa maupun secara istilah. Akan tetapi, kebanyakan para ahli hadis membedakan antara garib dan fardun, yakni istilah fardun merujuk kepada gharib mutlak, sedangkan istilah gharib dipakai pada gharib nisbi. Hal ini sesuai dengan pengklasifisian hadis gharib yang memang dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a.      Hadis Gharib Mutlak (fardun)
Hadis Gharib Mutlak (fardun) adalah hadis yang ke-ghariban-nya terletak pada asal sanad. Maksudnya, hadis pada saat disampaikan oleh Rasul Saw, hanya diterima oleh satu orang sahabat.
b.      Hadis Gharib Nisbi
Yang termasuk sebagai hadis gharib nisbi yaitu apabila keghariban terjadi pada pertengahan sanadnya, bukan pada asal sanadnya. Maksudnya satu hadis yang diriwayatkan oleh lebih dari satu orang rawi pada asal sanadnya, kemudian dari semua rawi itu hadis ini diriwayatkan oleh satu orang rawi saja yang mengambil dari para rawi tersebut.
2.      Hadis Ditinjau dari Segi Kualitas
a.       Hadis Sahih
Definisi hadis sahih menurut Ibnu Shalah adalah:
أما الحديث الصحيح فهو الحديث المسند الذي يتصل إسناده بنقل العدل الضابط إلى منتهاه
 ولا يكون شاذا ولا معللا
Hadis sahih adalah hadis musnad (hadis yang mempunyai sanad) yang bersambung sanadnya, dan dinukil oleh seorang yang adil dan dabit dari orang yang adil dan iabih, hingga akhir sanadnya, tanpa ada kejanggalan dan cacat.
Dari definisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan hadis sahih yaitu hadis yang sanadnya bersambung (tidak putus) dan para rawi yang meriwayatkan hadis tersebut adalah adil dan iabih, serta dalam matan hadis tersebut tidak ada kejanggalan (sywk) dan cacat (‘illah).
Untuk memudahkan dalam memahami definisi hadis sahih di atas, dapat dijelaskan bahwa hadis sahih adalah hadis yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
-          Hadisnya musnad. Maksudnya yaitu hadis tersebut disandarkan kepada Nabi Saw, dengan disertai sanad.
-          Sanadnya bersambung. Artinya, antara rawi dari sanad hadis tersebut pernah bertemu langsung dengan gurunya.
-          Seluruh rawinya adil dan iabih. Maksud rawi yang adil yaitu rawi yang bertakwa dan menjaga kehormatan dirinya, serta dapat menjauhi perbuatan buruk dan dosa besar seperti syirik, fasik, dan bid’ah.
Adapun yang dimaksud dengan iabih adalah kemampuan seorang rawi dalam menghafal hadis.
-          Tidak ada syak. Artinya, hadis tersebut tidak bertentangan dengan hadis dari rawi lain yang lebih kuat darinya.
-          Tidak ada ‘illah. Artinya, dalam hadis tersebut tidak ditemukan cacat yang merusak kesahihan hadis.
Hadis sahih diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sahih li katihi dan sahih li gairihi.
1.      Sahih li jatihi
Yaitu Hadis yang memenuhi syarat-syarat hadis sahih, seperti rawi harus adil, rawi kuat ingatannya (iabih), sanadnya tidak putus, matannya tidak mempunyai cacat, dan tidak ada kejanggalan.
2.      Sahih li Gairihi
Artinya yang sahih karena yang lainnya, yakni menjadi sahih karena dikuatkan oleh sanad atau keterangan lain. Hukum memakai hadis sahih adalah wajib, sebagaimana kesepakatan para ahli hadis dan para fuqaha. Argumennya adalah hadis sahih adalah salah satu sumber hukum syariat, sehingga tidak ada alasan untuk mengingkarinya.
b.      Hadis Hasan
Kata hasan berasal dari kata al-husnu yang berarti al-jamalu, yang artinya kecantikan dan keinahan. Adapun tentang definisi hadis hasan, ada perbedaan pendapat di kalangan para muhadditsin.
Pendapat Abu Isa at-Tirmizi tentang hadis hasan:
أن لا يكون فى إسناده من يتهم بالكذب ولا يكون حديثا شذا ويروي من غير وجه نحو ذلك
Hadis yang dalam sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh bohong, hadisnya tidak janggal, serta diriwayatkan tidak hanya dalam satu jalur rawian.
Definisi hadis hasan yang dikemukakan oleh at-Tirmizi ini masih umum dan hampir sama dengan definisi hadis sahih. Sebab, hadis sahih juga mensyaratkan sanadnya tidak tertuduh dusta, hadisnya tidak janggal, dan tidak hanya terdapat satu jalur rawi saja.
Definisi yang lebih jelas dan detail adalah yang dikemukakan oleh kebanyakan ulama hadis, yaitu:
مانقله عدل قليل الضبط متصل السند غير معلل ولا شاذ
Hadis yang dinukil oleh seorang yang adil tetapi tidak begitu kuat ingatannya, bersambung sanadnya, dan tidak terdapat cacat serta kejanggalan pada matannya.
Perbedaan antara hadis sahih dan hadis hasan memang sangat sedikit dan tipis. Bahkan sebagian ulama’ hadis mengatakan bahwa antara hadis sahih li gairihi dan hadis hasan li katihi adalah sama. Hal ini bisa dilihat dari definisi yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani bahwa hadis hasan adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang adil, sanadnya bersambung, memiliki daya ingat yang kuat, tidak terdapat ‘illah, dan tidak syak. Maka inilah yang disebut sahih li katihi. Namun, jika daya ingat (kedzabitan) rawi kurang, maka hadis yang diriwayatkannya dinamakan li katihi
Hukum memakai hadis hasan sama dengan hadis sahih, walaupun dari sisi kekuatannya hadis hasan berada di bawah level hadis sahih. Demikian menurut ahli fikih (fuqaha’) dan mayoritas ahli hadis juga memakai hadis hasan sebagai hujjah, seperti al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah. Namun, pengelompokan hadis hasan ke dalam hadis sahih itu disertai pendapat bahwa hadis hasan tersebut di bawah kualitas hadis sahih.

c.       Hadis daif
Definisi hadis daif adalah:
ما لم يجمع صفات القبول بفقد شرط من شروطه
“Hadis yang tidak memenuhi syarat diterimanya suatu hadis dikarenakan hilangnya salah satu syarat dari beberapa syarat yang ada.”
Dari definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa jika salah satu syarat dari beberapa syarat diterimanya suatu hadis tidak ada, maka hadis tersebut diklasifikasikan ke dalam hadis daif. Para ulama ada perbedaan pendapat mengenai masalah hukum menggunakan hadis daif Mayoritas ulama membolehkan mengambil hadis daif sebagai hujjah, apabila terbatas pada masalah fadail al-‘amal.  [33]   


MATERI V
AYAT-AYAT AL-QUR’AN
TENTANG KEIKHLASAN DALAM BERIBADAH

A.    Kompetensi Inti:
1.      Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2.      Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagi cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.      Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakonigtif, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora, dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4.      Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara afektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.


           B.     Kompetensi Dasar
1.   Memiliki sikap ikhlas dalam beribadah sebagai implemantasi dari pemahaman ayat-ayat al-Qur’an tentang keikhlasan dalam beribadah pada Surat al-An’aam: 162-163; Surat al-Bayyinah: 5 dan hadis riwayat Bukhari dari Aisyah ra.
2.   Memahami ayat-ayat al-Qur’an tentang keikhlasan dalam beribadah pada QS al-An’aam [6]: 162-163; QS al-Bayyinah [98]: 5 dan hadis riwayat Bukhari dari Aisyah ra.
3.  Mendemonstrasikan hafalan dan arti per kata ayat-ayat al-Qur’an tentang keikhlasan dalam beribadah pada Surat al-An’aam [6]: 162-163; Surat al-Bayyinah [98]: 5 dan hadis riwayat Bukhari dari Aisyah ra.
4.  Mendemonstrasikan hafalan dan arti per kata ayat-ayat al-Qur’an tentang keikhlasan dalam beribadah pada Surat al-An’aam [6]: 162-163; Surat Al-Bayyinah [98]: 5 dan hadis riwayat Bukhari dari Aisyah ra.

            C.    Tujuan Pembelajaran
1.      Peserta didik dapat membaca QS. al-An’aam [6]: 162-163; QS. al-Bayyinah [98]: 5 dan hadis riwayat Bukhari dari Aisyah Ra. Tentang keikhlasan dalam beribadah dengan baik dan benar.
2.      Peserta didik dapat menyebutkan makna mufradat QS. al-An’aam [6]: 162-163; QS. al-Bayyinah [98]: 5 dan hadis riwayat Bukhari dari Aisyah ra. tentang keikhlasan dalam beribadah dengan benar.
3.      Peserta didik dapat menjelaskan kandungan QS. al-An’aam [6]: 162-163; QS. al-Bayyinah [98]: 5 dan hadis riwayat Bukhari dari Aisyah Ra. tentang keikhlasan dalam beribadah dengan benar.
4.       Peserta didik dapat menunjukkan perilaku ikhlas dalam beribadah 


D.    Materi Pembelajaran
1.      QS. al-an’am [6] ayat 162-163
قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢
162. Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam
لَا شَرِيكَ لَهُۥۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ ١٦٣
163. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)"
Penjelasan Ayat Secara garis besar kandungan QS. al-An’am [6] ayat 162-163 dapat disimpulkan:
1.       Perintah Allah pada umat-Nya untuk berkeyakinan bahwa shalatnya, hidupnya, dan matinya hanyalah semata mata untuk Allah.
2.      Allah Swt., adalah Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu bagi-Nya.
3.      Perintah Allah pada umat manusia untuk ikhlas dalam berkeyakinan, beribadah, beramal, dan menjadi orang pertama dalam kaumnya yang berserah diri kepada-Nya.
4.      Senantiasa beramal shaleh dan menjauhkan segala larangan larangan Allah, agar selamat di dunia dan akhirat.[34]
2. QS. Al-Bayinah [98] ayat 5
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ ٥
5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus
Adapun kandungan surat Al Bayyinah [98] ayat 5 adalah sebagai berikut:
1.       Perintah untuk beribadah kepada Allah Swt., dan menaati ajaran Allah dengan lurus (tidak bercampur dengan riya’, bid’ah maupun syirik).Seseorang yang melaksanakan ibadah, tetapi masih mempercayai adanya kekuatan selain Allah, seperti mempercayai dukun atau benda-benda yang dianggap keramat maka orang tersebut dikatakan musyrik.
2.       Sebagai seorang muslim, wajib hukumnya untuk mendirikan shalat lima waktu dalam sehari semalam, shalat ini sangat besar artinya, karena merupakan tiang agama, dan ibadah yang pertama dihisab di akhirat.
3.      Perintah untuk menunaikan zakat. Oleh karena itu, dalam setiap harta ada hak Allah yang harus dikeluarkan untuk orang yang berhak menerimanya. Zakat berfungsi untuk menyucikan harta dan menumbuh kembangkannya.
Dari segi bentuknya, ibadah dibedakan menjadi 5, yaitu:
1.      Ibadah qauliyah (ucapan), seperti membaca al-Qur’an, berdo’a dan berkikir.
2.      Ibadah jismiyah (fisik), seperti berpuasa dan menolong orang.
3.      Ibadah mwliyah (melibatkan harta), seperti memberi zakat, infaq, sedekah.
4.       Ibadah qauliyah wa jismiyah (ucapan dan perbuatan), seperti shalat.
5.      Ibadah qauliyah, jismiyah, dan mwliyah (bacaan, perbuatan dan harta), seperti haji.[35]
Ditinjau dari cakupannya, ibadah dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.      Ibadah ‘ammah (umum), yaitu segala perbuatan yang dilakukan semata-mata karena Allah Swt., untuk mendapatkan ridha-Nya seperti, menolong orang, mencari nafkah, menyerukan kebaikan, serta mencegah kejahatan. Ibadah seperti ini disebut juga dengan ibadah ghairu mahiah.
2.      Ibadah khassah (khusus), yaitu ibadah yang telah ditetapkan oleh nash tentang kaifyah (tata cara) pelaksanaanya, seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Ibadah seperti ini disebut juga dengan ibadah mahiah.
Dengan demikian, segala bentuk ibadah yang telah diperintahkan oleh Allah, baik itu shalat, puasa, atau zakat, haruslah disertai kerelaan dan keikhlasan hanya kepada Allah. Dengan keikhlasan dalam beribadah, menjadikan manusia selalu ingat pada Allah dan menjalankan segala perintahNya dalam kehidupan sehari hari.
3.      Hadis
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أنَّ نبي صلى الله عليه وسلم كَا نَ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ حَتَّى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ فَقَالَتْ عَائِشَةَ لِمَ تَصْنَعُ
هَذَا يَا رَسُولُ اللهِ وَقَدْ غَفَرَ اللهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ أفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أاَكُونَ عَبْدًا شَكُرًا
(رواهه البخاري)
             Artinya:
“Dari Aisyah ra. bahwa Nabi Saw, melaksanakan shalat malam hingga kaki beliau bengkak-bengkak. Aisyah berkata: Wahai Rasulullah, kenapa Engkau melakukan ini padahal Allah telah mengampuni dosamu yang telah berlalu dan yang akan datang? Beliau bersabda: “Apakah aku tidak suka jika menjadi hamba yangbersyukur?” Dan tatkala beliau gemuk, beliau shalat sambil duduk, apabila beliau hendak ruku’ maka beliau berdiri kemudian membaca beberapa ayat lalu ruku.”[36]
Hadis tersebut menjelaskan betapa Rasul Saw, yang tidak memiliki kesalahan dan dosa karena beliau ma’sum, masih senantiasa melaksanakan ibadah shalat malam bahkan sampai bengkak-bengkak kakinya. Beliau adalah teladan kita, insan ciptaan Allah yang paling mulia. Dasar beliau melaksanakan ibadah yang sedemikian itu, bukanlah mengharap pujian, beliau melaksanakan dengan dasar ikhlas hanya untuk mencari keridaan Allah Swt., semata, dan sebagai ekspresi rasa syukur kepada Allah Swt.
Menurut Manazilus-Sa’irinikhlas itu ada tiga derajat, yaitu :
1.      Tidak melihat amal sebagai amal, tidak mencari imbalan dari amal dan tidak puas terhadap amal.
2.      Malu terhadap amal sambil tetap berusaha. Artinya merasa amalnya itu belum layak dilakukan karena Allah, tetapi amal itu tetap diupayakan.
3.      Memurnikan amal, maksudnya adalah melakukan amal berdasarkan ilmu agama.
Rasul telah meneladani kita yang sedemikian indah, karenanya kita sudah selayaknya untuk meniru yang dilakukan Rasul Saw. Rasul yang telah diampuni dosa yang telah lalu maupun yang akan datang saja beribadah sedemikian ikhlas, kita yang tidak ada jaminan ampunan dosa seharusnya melebihi atau paling tidak menirunya.   













BAB III
ANALISIS KOMPREHENSIF

Materi Al-Qur’an merupakan materi yang digunakan di sekolah tingkat SMA / MA / SMK, yang sangat penting, ruang lingkup dari materi ini selain dari segi kognitif, afektif, juga mencakup psikomotorik. Selain mengembangkan kemampuan pengetahuan pengetahuan materi Al-Qur’an Hadis ini juga mengembangkan kemampuan kepribadian sebagai muslim yang menjalankan tugas sebagai fitrahnya.
Secara intelektual anak SMA/ MA / SMK, sudah dapat berfikir secara logis, dan sudah mampu membedakan antara yang kongkrit dan abstrak, dari pemaparan tersebut bahwasanya materi Al-qur’an Hadis ini sangat sesuai dengan kondisi anak SMA/ MA / SMK, dimana dalam buku tersebut terdapat materi, Al-Qur’an kitabku, Betapa Outentiknya Al-Qur’an, Hadis, Sunnah, Atsar, Khabar, dan Hadis Qudsi, Unsur-Unsur Hadis, Pokok-Pokok Isi Al-Qur’an dan pembagian Hadis dari segi Kwantitas dan Kwalitasnya.
Selain itu anak SMA/ MA / SMK, sudah memikirkan masa depan, perencanaan dan wawasannya yang sudah mulai meluas, dan kelak akan digunakan untuk bersosialisasi secara langsung dengan masyarakat luas, sehungga diperlukan materi-materi dalam Al-Qur’an Hadis seperti Tujuan dan Fungsi Al-Qur’an, Manusia sebagai Hamba Allah dan Khaliffah di Bumi, Fungsi Hadis terhadap Al-Qur’an, dan Ayat-Ayat Al-Qur’an tentang keikhlasan dalam beribadah yang terdapat dalam buku pembelajaran Ma’arif untuk Madrasah Aliyah, Al-Qur’an Hadis kelas 10 dan buku pembelajaran Bahan Ajar Siswa Prasasti Qur’an Hadis untuk SMA/ MA / SMK kelas 10.

Buku pembelajaran Ma’arif untuk Madrasah Aliyah, Al-Qur’an Hadis kelas 10 semester 2, tidak terdapat kompetensi inti dan kompetensi dasar, sehingga sulit menentukan tujuan pembelajaran, dalam buku ini juga terdapat materi yang tidak sesuai dengan kurikulum 2013, yaitu Fungsi Hadis dalam Al-Qur’an  dan buku ini tidak bertele-tele, serta langsung pada inti pembahasan.
Buku pembelajaran Bahan Ajar Siswa Prasasti Qur’an Hadis untuk SMA/ MA / SMK kelas 10 semester 1, sudah sesuai dan tidak terlalu bertele-tele dan langsung pada pembahasan.
Buku siswa Al Qur’an Hadis pendekatan saintifik kurikulum 2013 Madrasah Aliyah x tidak terdapat kompetensi dasar, kompetensi inti nya ada dua, sehingga menurut kami membingungkan kami dalam menelaah buku ini.




























SUMBER REFERENSI
  
1. Buku Ajar Siswa PRASASTI Quran Hadis LP Ma’arif (Semester Gasal)
2. Buku Pelajaran Ma’arif untuk Madrasah Aliyah Al-Quran Hadis kelas X (Semester Genap)
3. Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X                        




















               





[1] Buku Ajar Siswa PRASASTI Quran Hadis LP Ma’arif (Semester Gasal)

[2] Buku Pelajaran Ma’arif untuk Madrasah Aliyah Al-Quran Hadis kelas X (Semester Genap)

[3] Ibid hal.8
[4] Buku Pelajaran Ma’arif untuk Madrasah Aliyah Al-Quran Hadis kelas X (Semester Genap)

[5] Ibid hal.7
[6] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[7] Ibid hal.8
[8] Buku Pelajaran Ma’arif untuk Madrasah Aliyah Al-Quran Hadis kelas X (Semester Genap)
[9] Ibid hal.10
[10] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[11] Buku Pelajaran Ma’arif untuk Madrasah Aliyah Al-Quran Hadis kelas X (Semester Genap)
[12] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[13] Ibid.hal.13
[14] Buku Pelajaran Ma’arif untuk Madrasah Aliyah Al-Quran Hadis kelas X (Semester Genap)
[15] Buku Pelajaran Ma’arif untuk Madrasah Aliyah Al-Quran Hadis kelas X (Semester Genap)
[16] Op.cit. hal.14
[17] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[18] Ibid.hal.17
[19] Buku Pelajaran Ma’arif untuk Madrasah Aliyah Al-Quran Hadis kelas X (Semester Genap)
[20] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[21] Buku Pelajaran Ma’arif untuk Madrasah Aliyah Al-Quran Hadis kelas X (Semester Genap)
[22] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[23] Ibid.hal.20
[24] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[25] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[26] Ibid.hal.22
[27] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[28] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[29] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[30] Ibid.hal.106
[31] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[32] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[33] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[34] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[35] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X
[36] Buku Siswa Al Qur’an Hadis pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah X

Tidak ada komentar:

Posting Komentar